Kamis, 26 Mei 2022

GARA-GARA MAIN GASING

Dahulu kala ada sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Tiangkerarasen. Negeri itu aman dan tentram karena Sang Raja memerintah dengan bijaksana. Beliau mempunyai beberapa orang putera dan puteri dari seorang permaisuri yang cantik jelita.

Namun ketentraman dan kebahagiaan keluarga itu tak berlangsung lama. Pada suatu hari, raja berjalan-jalan dengan menunggang kuda kesayangannya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita. Setelah berkenalan raja mengajak gadis itu pulang ke istana. Gadis itu selain cantik ternyata mempunyai perangai yang lembut dan tutur kata yang halus. Raja jatuh cinta dan menikahi gadis tersebut. Tindakan raja ini ditentang oleh permaisuri dan putra-putrinya. Namun raja terlalu mencintai gadis itu.

Setelah beberapa bulan berlalu, gadis yang telah menjadi istri muda raja itupun hamil. Permaisuri dan putra-putrinya makin marah. Mereka betul-betul menunjukkan sikap benci kepada raja. Putra-putrinya sudah berani melawan. Keadaan ini sangat menekan sang Raja. Lalu terpikir oleh sang Raja untuk menyingkirkan istri mudanya.

Pada suatu hari Raja mengajak istri mudanya berjalan-jalan di hutan. keduanya menyusuri sebuah sungai yang besar dengan sebuah perahu. Ketika sang istri sedang asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba sang raja mendorongnya ke sungai. Istrinya sangat terkejut, lalu berteriak-teriak minta tolong. Sebenarnya hati sang Raja sangat iba, tetapi apa boleh buat ia ingin mengakhiri hubungannya yang tegang dengan permaisuri dan putera-puterinya.

Sementara itu di hilir sungai seorang pengail melihat perempuan hanyut. Ia segera menyelamatkan perempuan itu yang tak lain adalah istri muda raja Tiangkerarasen.

Bulan berganti bulan tahung berganti tahun. Putera raja yang lahir dari istri muda telah beranjak remaja. ibunya memberi nama Aji Bonar. Pemuda itu mempunyai kegemaran bermain gasing dan mengail. Ia menekuni permainan gasing itu sehingga sampai benar-benar menjadi sangat ahli. Sampai-sampai ia seakan mampu memerintah gasing itu bergerak ke mana ia suka.

Dalam mengail ikan ia juga mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, jenis makanan apa yang disukai ikan di suatu sungai, sehingga ia dapat memperoleh ikan dalam jummlah yang besar.

Demikianlah, Aji Bonar adalah seorang pemuda yang rajin dan tekun, sehingga ia menjadi trampil dan ahli di bidang pekerjaannya.

Suatu hari ia ingin pergi ke negeri Tiangkerarasen, sebab ia mendengar kabar bahwa putra raja Tiangkerarasen suka bermain gasing dengan taruhan. Suatu hari ia bisa bermain gasing dengan putra raja. gasing Aji Bonar menang, lalu ia membawa ayam jago taruhan ke rumah. Kemenangan gasing Aji Bonar ini membuat putra raja makin penasaran. Lalu ia bertaruh yang lebih besar lagi.

Begitulah taruhan itu terjadi berulang-ulang. Dari taruhan yang kecil-kecil sampai taruhan sebuah rumah yang besar lengkap dengan isinya. Pertandingan inipun dimenangkan Aji Bonar. Kekalahan putera raja yang terus menerus ini tidak membuatnya jera. Justru ia makin penasaran dan bertekad harus dapat mengalahkan gasing Aji Bonar. Memang, putra raja ini sudah gelap mata, ia maunya ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah tanpa usaha keras. Jadi ia leibh suka bertaruh atau berjudi. Padahal ia tidak begitu ahli dalam bermain gasing, ia tak pernah serius mempelajari sesuatu seperti Aji Bonar. Kerja putra raja lebih banyak bersenang-senang dan bermalas-malasan.

Ia begitu mendendam kepada Aji Bonar. Selama beberapa hari ia mengundang ahli bermain gasing ke istana. Ia belajar sampai dianggapnya benar-benar mahir. tapi belajar sesudah usia remaja pasti takkan sebaik Aji Bonar yang belajar ilmu permainan gasing semenjak masih kecil. Ibarat pepatah mengatakan "belajar sewaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar di masa dewasa bagaikan mengukir di atas air."

Suatu hari, setelah merasa betul-betul mahir, putra raja mengumpulkan seluruh rakyat negeri Tiangkerarasen di gelanggang permainan gasing. Tidak lupa ia mengundang Sang Raja, Ayahnya. Setelah semua berkumpul, putra raja berseru.

"Hai rakyatku, hari ini aku mempertaruhkan negeri ini beserta isinya kepada Si Aji Bonar. Jika ia kalah, ia akan mengembalikan seluruh kemenangan yang diperoleh dariku. Jika aku yang kalah maka negeri ini akan kuberikan kepadanya. Ia akan memerintah seluruh negeri ini. Apakah kalian setuju?"

"Setujuuuuuu!" jawab yang hadir serentak.

Tak lama kemudian pertandingan dimulai. Seluruh hadirin bersorak-sorai menjagoi pilihan masing-masing. Gasing Aji Bonar berputar-putar gesit sekali dan dengan cepat mematikan gasing putra raja. Sorak-sorai gemuruh menyambut kemenangan gasing Aji Bonar. Hari itu juga Aji Bonar menjadi raja negeri itu.

Sebaliknya seluruh keluarga raja bertangis-tangisan karena harus kehilangan kerajaan beserta seluruh isinya. Mereka tak bisa mencabut taruhan itu karena Baginda Raja juga menyaksikan secara langsung taruhan itu. Hanya penyesalan yang mereka dapatkan.

Beberapa hari kemudian ia menjemput ibunya dengan pasukan kerajaan. Seluruh rakyat menyaksikan iring-iringan itu. Juga putra raja yang kalah bertaruh. Di sampingnya berdiri Sang Raja semula.

Sang Raja merasa sangat malu, sebab putra yang disayangnya telah menggadaikannya. Sedang putra yang dibuang telah menjadi rajanya.

Namun Aji Bonar adalah orang yang berbudi baik. Setelah diberitahu bahwa ia sebenarnya adalah putra raja maka ia meminta ibunya agar ayahnya itu diperbolehkan tinggal di istana. Namun sang raja tua merasa malu, sebab dia sendirilah yang dulu mencampakkan istri mudanya itu. Maka raja tua dan keluarganya tinggal di luar istana.

Judi dan taruhan memang tidak seharusnya dijadikan tujuan hidup. Ribuan kisah telah membuktikan bahwa tidak ada orang yang hidupnya makmur karena judi. Karena itu seseorang yang tak punya keahlian apa-apa akan menemui kesulitan dalam hidupnya Ia tidak begitu banyak bermanfaat bagi orang lain. Padahal orang lain hanya akan menghargai kita bila kita punya keterampilan dan keahlian di bidang tertentu. karena itu seseorang harus mengasah keterampilannya sesuai dengan bakat yang dimilikinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar