Selasa, 24 Mei 2022

ASAL MULA GUNUNG TANGKUBANPRAHU

Dahulu di daerah Parahiyangan yang indah dan subur. Ada kerajaan besar yang diperintah oleh Prabu Sungging Perbangkara. Raja ini terkenal sebagai penguasa yang arif bijaksana. Tetapi sang Prabu tidak mau beristri sehingga ia tidak mempunyai seorang anak.

Pada suatu hari, seperti kebiasaannya, Raja ingin pergi berburu. Dengan diiringi para pengawalnya yang merupakan orang-orang pilihan dan mahir sebagai pemburu, berangkatlah rombongan Baginda Raja ke hutan dengan menunggang kuda.

Di tengah suasana pemburuan, tiba-tiba Raja melihat seekor kijang yang berlari cepat. Segera Raja mengejar kijang hingga jauh ke dalam hutan meninggalkan para pengawalnya di belakang. Hari hampir gelap, kiajng tersebut tidak dapat diketemukan oleh Raja. Akhirnya Raja mulai putus asa. Karena sangat lelah dan terdesak oleh keinginan buang air kecil, Raja lalu turun dari kudanya dan ia membuang air kecil di antara semak-semak yang da di sekitarnya. Air seni Raja tertampung ke dalam tempurung yang ada di situ.

Tidak lama kemudian lewat seekor babi berbulu putih, yang merupakan jelmaan Dewi yang dikutuk Dewa. Babi putih sangat haus. Ketika ia melihat air di dalam tempurung dengan segera air itu diminumnya. Selang beberapa lama babi putih tersebut merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, perutnya kian membucit, ternyata ia mengandung.

Setelah genap usia kandungannya, bayinya lahir dengan selamat, berupa seorang bayi perempuan yang cantik. Bayi itu diletakkan di atas rerumputan. Kebetulan waktu itu Raja sedang berburu lagi bersama pengiringnya. Tiba-tiba  Baginda mendengar suara tangis bayi. Setelah ditelusuri darimana asalnya, ditemukan seorang bayi yang sebenarnya adalah anaknya sendiri.

Dengan segera Baginda menggendong bayi itu dan dibawanya ke istana. Kemudian diserahkan kepada para pelayan. Bayi tersebut dinamakan Nyi Dayang Sumbi. Makin hari, tumbuhlah bayi tersebut menjadi remaja putri yang jelita. 

Karena kecantikannya itulah banyak para raja dan pangeran dari negeri lain yang datang untuk melamar. Namun sungguh aneh, tidak satupun dari para raja dan pangeran yang datang meminang diterima. Semua ditolak secara tegas. Sehingga hal ini mengundang kemarahan ayahnya.

"Dayang Sumbi!" bentak sang Raja pada suatu hari.

"Kau ini bagaimana? sudah puluhan raja dan pangeran yang datang melamarmu tapi tidak satupun ada yang kau terima?"

"Ampun Ayahanda...hamba memang tidak ada hasrat untuk berumah tangga."

"Kau menyalahi kodrat, seorang peremupan harus menikah, melahirkan dan memelihara dan membesarkan anak." Bentak sang Raja lagi.

"Apakah tindakan hamba ini salah?"

"Jelas salah!"

"Bagaimana dengan Ayahanda sendiri? bukankah Ayahanda juga tidak pernah menikah, Ayahanda tidak pernah beristri. Apakah ini tidak menyalahi kodrat juga. Padahal seorang Raja harus mempunyai keturunan untuk melanjutkan tahta kerajaannya."

"Dayang Sumbi...kau...kau berani..."

"Mohon ampun Ayahanda, hamba sudah tahu asal-usul hamba yang sebenarnya. Bahwa hamba hanyalah seorang bayi yang Ayahanda temukan di tengah hutan. Hamba merasa tak ada hak untuk melanjutkan tahta kerajaan ini. Karena itu pula hamba tidak ada hasrat untuk bersuami."

"Lalu apa keinginanmu?"

"Hamba ingin menjadi pertapa"

Sang raja seperti ditampar mukanya. Ia menyuruh anaknya menikah sedangkan dia sendiri tidak mau menikah, akhirnya sang anak meniru jejaknya, tak mau menikah juga dan ingin menjadi pertapa.

"Oh, Dewata Agung..." Jerit hati Raja. "Inikah karma yang kau timpakan kepadaku, sebab aku sendiri tak mau menikah..."

Raja tak bisa memaksakan kehendak untuk menikahkan Dayang Sumbi. Dengan hati luluh akhirnya ia menyetujui permintaan anaknya yang inigin menyendiri di tempat sunyi menjadi seorang pertapa.

Pada hari itu juga Raja memerintahkan para prajurit untuk menghantarkan putrinya ke tepi hutan yang sunyi. Di sana para prajurit membangunkan sebuah rumah dan sebuah dangau tinggi untuk beristirahat.

Sang raja menghadiahkan seekor anjing setia dan terlatih bernama si Tumang untuk menjaga dan menemani Dayang Sumbi di pertaan itu. Tak seorang pun tahu bawa si Tumang adalah seekor anjing jelmaan Dewa.

Pekerjaan sehari-hari untuk mengisi waktu adalah menenun kain di atas dangau. Pada suatu hari ketika ia sedang menenun kain, tiba-tiba teropong alat menenunnya jatuh ke bawah di kolong dangau.

Ia merasa malah untuk turun mengambilnya dan secara iseng Dayang Sumbi bergumam, "Jika ada seseorang  mau mengambilkan teropongku kalau dia perempuan kuangkat sebagai saudara, jika laki-laki akan kujadikan suami."

Tiba-tiba si Tumang datang ke hadapan Dayang Sumbi dengan menyerahkan teropong itu di mulutnya.

"Hah? Kau Tumang...! Bukan kau yang kumaksudkan!" Pekik Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi benar-benar kecewa dan lemas. Ucapannya tadi hanyalah iseng belaka. Siapa tahu si Tumbang ternyata mendengarnya. Ia menyesal dan kecewa.

Namun tiba-tiba terdengan sebuah suara dari atas dangau, "Seorang pertapa tidak boleh menjilat ludahnya sendiri, apa yang menjadi janjimu harus kau tepati. Walaupun si Tumang seekor anjing tetapi dia adalah jelmaan Dewa. Kau harus menikah dengannya."

Mendengar suara itu Dayang Sumbi makin gemetar, ketakutan dan sedih sekali, begitu sedihnya ia sehingga ia tertidur pulas. Dalam tidurnya ia seakan bermimpi berhubungan suami-istri dengan si Tumang jelmaan Dewa. Hal ini menyebabkan dirinya hamil.

Beberapa bulan kemudian wanita itu melahirkan bayi yang diberi nama Sangkuriang. Bayi itu makin hari makin tumbuh dan sepuluh tahun kemudian sudah nampak sebagai remaja yang tampan.

Sangkuriang suka berburu di hutan, jika berburu ia selalu ditemani anjing si Tumang. Pada suatu hari Dayang Sumbi ingin dicarikan hati rusa. Sangkuriang menyanggupi permintaan ibunya dengan senang hati. Berangkatlah ia ke hutan bersama si Tumang.

Namun hari itu ia sedang sial. Sudah sekian lama ia tidak menemukan seekor hewan pun. Tengah dalam keputus asaan, tiba-tiba lewatkah seekor babi putih. Ia membidikkan anak panahnya namun belum lagi busurnya dilepas babi putih itu sudah menyelinap ke semak-semak belukar. Segera Sangkuriang menyuruh anjingnya mengejar babi itu. Anjing itu segera mengejar si babi putih, namun setelah terjekar ia malah tidak berbuat sesuatu pada babi itu.

Sebab si Tumang tahu bahwa babi putih adalah mertuanya sendiri yaitu ibu Dayang Sumbi.

"Tumang cepat gigit" teriak Sangkuriang.

Namun si Tumang hanya diam saja.

"Anjing bodoh!" bentak Sangkuriang, lalu ia melemparkan tombaknya ke arah anjingnya sendiri, tewaslah si Tumang seketika itu. Perutnya dibedah hatinya diambil dibawa pulang.

Hati itu dimasak lezat oleh Dayang Sumbi. Dan dimakan bersama-sama dengan Sangkuriang. Usai makan Dayang Sumbi seperti biasa mencari si Tumang untuk diberi sisa-sisa makanan.

Tapi ia tak mendapatkan si Tumang ~suaminya itu.

"Kemana si Tumang?" tanya Dayang Sumbi.

"Ibu , anjing itu sudah mulai melawan perintahku, jadi dialah yang tadi kutombak dan kuambil hatinya." jawab Sangkuriang tanpa merasa bersalah.

"Apa kau bunuh si Tumang?" pekik Dayang Sumbi.

"Benar Bu! Dia membandel!"

"Anak durhaka!"Dayang Sumbi mengambil centong nasi bekas makan lalu sekuatnya dipukulkan ke arah kepala anaknya.

Sangkuriang menjerit kesakitan dan melarikan diri dari rumah. Hatinya benar-benar sedih memikirkan sikap ibunya, tak pernah sekalipun ibunya bersikap kasar kepadanya, tapi kali ini hanya gara-gara seekor anjing ia mendapat pukulan keras di kepalanya ahingga terluka dan berdarah.

Sangkuriang bertekad tidak akan kembali ke rumah. Ia mengembara tak tentu arah sampai akhirnya bertemu dengan seorang pertapa sakti. Ia diangkat sebagai murid terkasih semua ilmu ditumpahkan kepada anak muda itu.

Setelah gurunya meninggal dunia ia menersukan pengembaraannya. Dalam petualangannya ia berkelahi dengan raja jin dan mengalahkan raja jin tersebut sehingga tunduk takluk dan bersedia di perintah apa saja oleh Sangkuriang.

Ia terus mengembara hingga pada suatu hari di tepi sungai yang berair jernih ia melihat seorang gadis sedang mandi. hatinya berdebar kencang. Belum pernah ia melhiat gadis secanti itu, ia terpesona.

Ia bersembunyi di tempat yang aman, ditunggunya hingga gadis itu selesai mandi dan mencuci pakaian. Pada saat gadis itu baru saja selesai mencucui pakaian, tiba-tiba seekor ular hitam datang dari arah belakang. Hampir saja gadis itu dipatuknya. Untunglah Sangkuriang waspada. Dari kejauhan ia menyambit ular itu dengan sebuti batu. Seketika kepala ular itu pecah. Si gadis menjerit kaget. pada saat itulah Sangkuriang menampakkan diri dari persembunyiannya.

Begitula, keduanya berkenalan. Sangkuriang mengantarkan gadis itu ke rumahnya yang terletak di tepi hutan. Ketika hari menjelang malam Sangkuriang mohon diri, namun gadis yang tinggal seorang diri di tepi hutna itu mempersilakan untuk menginap di atas dangau di luar rumah. Sangkurian makin tertarik dan jatuh hati pada gadis itu. Walau tinggal seorang diri, tapi gadis itu bisa menjaga diri.

Ternyata si gadis juga menaruh hati. Akhirnya Sangkuriang tinggal bersama si gadis untuk waktu beberapa lama. Mereka merencanakan untuk menikah. 

Pada suatu hari ketika mereka sedang bercengkrama, si gadis mencari kutu di kepala Sangkuriang. Tiba-tiba si gadis terkejut melihat luka di kepala kekasihnya. Ia menanyakan sebab-sebab terjadinya luka itu. Sangkuriang menceritakan apa adanya. Seketika terkejutlah gadis itu, ia bangkit berdiri.

"Kalau begitu kau adalah Sangkuriang anakku, anakku sendiri" pekik gadis itu yang tak lain adalah Dayang Sumbi.

Sebagai wanita keturunan bidadari ia memang tak pernah tua, wajahnya tetap cantik dan kelihatan tetap awet muda.

"Tidak mungkin! jangan mencari-cari alasan!" akta Sangkukriang.

Dayang Sumbi berusaha meyakinkan Sangkuriang dengan menceritakan kejadian-kejadian palin gberkesan di masa kecil Sangkuriang, namun pemuda itu tetap tidak mau mempercayainya.

"Kisahmu memanglah mirip dengan apa yang kualami," kata Sangkuriang. "Tapi tidak mungkin kau ini ibuku, ibuku pastilah sudah berusia lanjut dan tidak secantik dirimu."

"Oh, Dewa....bagaimana ini bisa terjadi..."kelu Dayang Sumbi.

"Bagaimanapun kau harus menjadi istriku!" tegas Sangkuriang.

"Tidak mungkin aku menikah dengan anakku sendiri."

kata Dayang Sumbi.

"Kau bukan ibuku. Dan aku bukan anakmu, sementara kita terlanjur jatuh cinta."

Sangkuriang terus mendesak. Dayang Sumbi tak bisa menolak lagi. Ia bersedia menjadi istri Sangkuriang kalau pemuda itu mampu membuatkan sebuah telaga di puncak gunugn, berikut sebuah perahu besar untuk bulan madu mereka. Semua itu harus dikerjakan dalam tempo semalam saja. Sebelum ayam berkokok semua harus sudah selsesai.

Sangkuriang menyanggupinya. Dayang Sumbi terkejut, ia berharap pemuda itu menggagalkan niatnya demi mendengar syarat yang tidak masuk akal itu, tapi Sangkuriang malah menyanggupinya.

Memang tidak ada masalah dengan Sangkuriang. Ia segera memanggil jin yang pernah ditaklukkannya, jin itulah beserta anak buahnya yang bertugas membuat telaga, sementara Sangkuriang membuat perahu besar.

Dalam kerisauan hatinya, Dayang Sumbi berdo'a memohon pertolongan Dewa. Sementara menjelang tengah malam semua pekerjaan Sangkuriang hampir selesai.

Namun pada saat-saat yang kritis itu Dewa mengabulkan do'a Dayang Sumbi. Seketika mentari mulai bersinar di ufuk timur, ayam berkokok, para penduduk bangun dan segera menumbuk padi.

Mengetahui hal ini jin-jin pekerja tak berani meneruskan proyek dari Sangkuriang. Mereka segera menghilang. Sangkuriang sangat marah mengetahui hal ini. Ia menghampiri Dayang Sumbi dengan wajah beringas, "Kau curang! pasti kau menggunakan kekuatan para Dewa untuk menggagalkan pekerjaanku!"

Pemuda sakti ini menendang perahu yang dibuatnya, ketika telungkup ke bumi perahu itu berubah menjadi sebuah gunung dan hingga sekarang dinamakan gunung TangkubanPrahu.

Sesudah itu ia mendekat ke arah Dayang Sumbi. "Aku tak peduli, apapun yang terjadi kau harus menjadi istriku...!'

"Sangkuriang sadarlah, kau adalah anakku sendiri!" pekik Dayang Sumbi sembari berlai menjauh.

Sangkuriang datang mengejar.

"Ke ujung dunia pun aku akan mendapatkanmu!" teriak Sangkuriang;

"Wahai para dewa tolonglah hambamu ini..." pekik Dayang sumbi sembari terus berlari cepat. Namun dalam sekejap saja Sangkuriang sudah dapat menyusulnya, sepsang tangan pemuda perkasa itu mencoba memeluk tubuh Dayang Sumbi.

Blar! Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat. Tubuh Dayang Sumbi lenyap tanpa bekas.

Sangkuriang berteriak-teriak seperti orang gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar